Loading Now

Red Bull Terancam ‘Bencana’ dengan Rencana Pemecatan Liam Lawson?

Red Bull Racing dikabarkan tengah menghadapi dilema besar terkait susunan pembalap mereka. Performa mengecewakan Liam Lawson di awal musim Formula 1 2025 memicu spekulasi bahwa pembalap muda Selandia Baru itu akan segera kehilangan kursinya.

Masa Depan Suram Liam Lawson di Red Bull?

Liam Lawson, pembalap berusia 23 tahun, gagal menunjukkan performa yang diharapkan sejak debutnya di Formula 1. Belum satu poin pun berhasil diraihnya, bahkan ia tersingkir di babak kualifikasi pertama (Q1) dalam tiga balapan terakhir. Puncaknya, Lawson mengalami kecelakaan pada debutnya di Grand Prix Australia.

Rumor yang beredar menyebutkan bahwa Red Bull akan segera mengumumkan pergantian pembalap, dengan **Liam Lawson** digantikan oleh pembalap Racing Bulls, kemungkinan mulai Grand Prix Jepang mendatang. Keputusan ini konon diambil setelah pertemuan penting di Dubai pada hari Selasa, 26 Maret 2025.

Analisis Krisis Pembalap Kedua Red Bull

Mantan ahli strategi Aston Martin, Bernie Collins, dalam acara Sky Sports F1 Show, memberikan pandangannya mengenai situasi pelik yang dihadapi Red Bull.

Dominasi Max Verstappen dan Arah Pengembangan Mobil

Collins menyoroti dominasi **Max Verstappen** yang luar biasa di tim. “Max sangat, sangat kuat. Dia memaksimalkan potensi mobil. Dia jarang membuat kesalahan,” ujar Collins. Kehebatan Verstappen ini, menurut Collins, menjadi pedang bermata dua bagi Red Bull.

Collins merujuk pada wawancara Christian Horner (Team Principal Red Bull Racing) yang mengindikasikan bahwa tim mengikuti arahan pembalap tercepatnya (Verstappen) dalam pengembangan mobil. Hal ini menghasilkan mobil yang “sangat gugup dan *twitchy*”, yang sulit dikendalikan pembalap lain.

“Max bisa mengatasinya; itulah arah pengembangan yang mereka ambil. Seberapa sulit bagi mereka untuk keluar dari itu? Apakah mereka akan pernah mendapatkan kursi kedua berfungsi?” tanya Collins retoris.

“Red Bull adalah Tim Tercepat ke-10 Tanpa Verstappen”

Collins bahkan berani mengklaim bahwa tanpa Verstappen, Red Bull akan menjadi “tim tercepat ke-10”. Pernyataan ini menggarisbawahi ketergantungan Red Bull pada performa gemilang Verstappen dan kegagalan mereka menemukan pembalap kedua yang konsisten. Sebelum Lawson, Alex Albon dan Pierre Gasly juga mengalami nasib serupa.

Collins menyarankan Red Bull seharusnya lebih fokus pada gaya mengemudi pembalap muda mereka yang paling sesuai dengan karakteristik mobil RB saat ini, yang dikenal memiliki *forward aero balance*.

“Mereka seharusnya melihat [pembalap muda] mana yang mengemudi paling mendekati spektrum itu. Mereka yang paling mungkin berhasil,” jelas Collins. Ia bahkan menyarankan tes menggunakan mobil Red Bull lama untuk melihat siapa yang paling cepat beradaptasi.

Collins juga mencontohkan kasus Alex Albon, yang kini tampil gemilang bersama Williams. “Jika Anda menawarinya kursi Red Bull lagi, dia mungkin tidak akan kembali karena mobil itu tidak sesuai dengan seleranya dan mungkin semakin buruk dalam beberapa tahun terakhir,” katanya.

Kesimpulan: Red Bull di Persimpangan Jalan

Situasi Liam Lawson dan Red Bull menggambarkan betapa krusialnya peran pembalap kedua dalam Formula 1. Keputusan terburu-buru untuk mengganti Lawson bisa menjadi bumerang, namun mempertahankan pembalap yang tidak perform juga bukan pilihan bijak. Red Bull harus segera menemukan solusi jangka panjang untuk masalah ini jika mereka ingin terus bersaing di papan atas.

Kita tunggu saja pengumuman resmi dari Red Bull terkait nasib Liam Lawson dan strategi mereka ke depan. Apakah mereka akan menemukan “The Next Verstappen” atau terus berkutat dengan masalah pembalap kedua?

Post Comment

You May Have Missed