Loading Now

Kesulitan Liam Lawson di F1 2025: Masalah Klasik Red Bull Terungkap Kembali?

Musim Formula 1 2025 baru berjalan dua seri, namun Liam Lawson sudah menghadapi tekanan luar biasa di Red Bull Racing. Hasil buruk di Australia dan China membuat posisinya terancam, bahkan digosipkan akan digantikan Yuki Tsunoda secepatnya. Situasi ini menyoroti masalah klasik di Red Bull: ketergantungan berlebihan pada satu pembalap bintang dan kesulitan pembalap kedua untuk beradaptasi.

Awal Musim yang Menjadi Bencana

Tidak bisa dipungkiri, debut Liam Lawson bersama Red Bull di F1 2025 jauh dari kata memuaskan. Dalam dua dekade sejarah tim, belum pernah ada pembalap Red Bull yang mengalami awal musim seburuk ini. Kualifikasi di posisi terakhir pada kondisi trek kering adalah rekor terburuk yang pernah dialami oleh pembalap yang mengisi ‘kursi terkutuk’ kedua Red Bull.

Keputusan untuk mendepak Lawson setelah hanya dua balapan, yang satu dipengaruhi cuaca buruk dan yang lainnya adalah balapan sprint, terasa sangat terburu-buru, bahkan untuk tim yang dikenal keras terhadap pembalap mudanya seperti Red Bull.

Lebih dari Sekadar Performa Pembalap

Setelah Sergio Perez mengalami penurunan performa drastis tahun lalu, Red Bull seharusnya mengubah pendekatan mereka dan berupaya membina pengganti jangka panjang. Sayangnya, nampaknya metode ‘coba-coba’ masih menjadi andalan di markas Red Bull, Milton Keynes.

Red Bull bukannya tidak berusaha membantu Perez. Mereka mempertahankan pembalap Meksiko itu hingga akhir musim 2024, dan baru pada bulan Desember memutuskan untuk menggantinya dengan Lawson. Red Bull dan Christian Horner juga mencoba memperluas *operating window* RB21, meski harus mengorbankan sedikit performa.

Namun diakui oleh Max Verstappen bahwa mobil Red Bull RB21 2025 kalah jauh dari McLaren, yang menjadi pemuncak klasemen sementara. RB21 juga dikenal sangat sulit dikendalikan. Ironisnya, hasil buruk Lawson justru mengalihkan perhatian dari kelemahan inheren RB21, dan masa depan pembalap Selandia Baru itu menjadi topik utama pembicaraan di Shanghai.

Masalah yang Lebih Besar di Red Bull

>

Red Bull seharusnya menyadari bahwa ada masalah yang lebih besar yang harus segera ditangani. Kesulitan Lawson beradaptasi dengan RB21 semakin memperjelas masalah ini.

Red Bull tahu potensi Lawson, yang telah menunjukkan performa impresif di Formula 3, Formula 2, Super Formula, dan DTM. Meskipun 11 balapannya bersama AlphaTauri/RB cukup menjanjikan, Red Bull memahami ada masalah yang lebih dalam di balik performa buruknya di tim utama.

Keberhasilan Verstappen dengan RB21 (dan RB20 tahun lalu) memang luar biasa, tetapi dia sudah menjadi bagian dari tim selama hampir 10 tahun. Seluruh filosofi mobil sangat cocok dengan gaya balapnya dan sangat bergantung pada Verstappen.

Perubahan Regulasi 2026 dan Dua Figur Kunci

Dengan adanya perubahan regulasi besar pada tahun 2026, Red Bull memiliki kesempatan untuk merancang mobil yang lebih mudah dikendarai. Ini akan menjadi tantangan,bahkan pada awal 2010-an, *blown diffuser* yang dipelopori oleh tim lebih cocok untuk Sebastian Vettel daripada rekan setimnya, Mark Webber.

Selain itu, Red Bull perlu memberikan dukungan penuh kepada pembalap di kursi kedua. Masalahnya, Red Bull memiliki dua figur kunci dengan kepribadian yang berbeda:

  • Christian Horner, Team Principal, dikenal lebih mendukung pembalap muda (setidaknya di depan publik).
  • Helmut Marko, penasihat Red Bull, cenderung blak-blakan dan sangat kritis terhadap pembalap muda.

Perbedaan pandangan antara keduanya terlihat jelas setelah kualifikasi di Shanghai. Horner menyatakan akan “melakukan apa yang kami bisa untuk membantu” Lawson, sementara Marko justru memicu spekulasi dengan berkomentar bahwa “F1 adalah olahraga kinerja dan pada akhirnya itulah yang diperhitungkan”.

Kesimpulan: Membangun Tim yang Seimbang, Bukan Hanya untuk Satu Pembalap

Mengganti Lawson dengan Tsunoda di Suzuka mungkin tidak akan menyelesaikan masalah Red Bull secara jangka panjang. Red Bull tidak bisa berharap Tsunoda langsung tampil kompetitif tanpa tes sebelumnya. Keputusan ini juga akan mempertanyakan keputusan tim yang lebih memilih *rookie* Lawson pada akhir musim lalu.

Saat ini, Red Bull sebaiknya memilih satu pembalap dan membangun tim pendukung di sekelilingnya, serta melindunginya dari kritik eksternal. Apakah itu Tsunoda atau Lawson, sebenarnya tidak terlalu penting. Keduanya adalah pembalap berbakat yang layak mendapat tempat di tim papan atas. Keduanya juga memiliki skill mengemudi diatas rata-rata. Tetapi, tim papan atas tersebut perlu mulai membangun tim yang seimbang dan berkelanjutan alih-alih hanya mengandalkan satu pembalap bintang semata.

Post Comment

You May Have Missed