Loading Now

Daftar Panjang Korban ‘Kejamnya’ Red Bull di Formula 1

Dunia Formula 1 dikenal dengan persaingannya yang ketat dan tuntutan performa yang tinggi. Tak terkecuali di tim sekelas Red Bull Racing, yang terkenal ‘kejam’ dalam mengevaluasi pembalapnya. Sergio Perez menjadi nama terbaru yang terdepak dari tim setelah akhir musim 2024, mengakhiri empat tahun kebersamaannya. Namun, ia bukan yang pertama. Berikut daftar panjang pembalap yang merasakan pahitnya didepak dari Red Bull, bahkan sebelum masanya habis.

Korban Awal Era Red Bull

Christian Klien

Christian Klien adalah ‘korban’ pertama dari kebijakan tanpa kompromi Red Bull. Tampil impresif di awal musim 2005, Klien sempat digantikan Vitantonio Liuzzi selama empat balapan. Meski kembali ke kokpit setelah Liuzzi gagal memenuhi ekspektasi, Klien akhirnya digantikan Robert Doornbos di akhir 2006. Ironisnya, keduanya tak terpilih untuk musim 2007, karena Red Bull lebih memilih Mark Webber.

Scott Speed

Scott Speed, pembalap Amerika pertama di F1 sejak Michael Andretti (1993), bergabung dengan Toro Rosso (sekarang AlphaTauri) pada 2006. Sayangnya, performa buruk di awal 2007, tanpa satu poin pun, membuatnya digantikan oleh Sebastian Vettel. Kabar perselisihan fisik dengan Team Principal Franz Tost (yang dibantah Tost) mewarnai kepergiannya.

Era Toro Rosso: Inkubator yang Tak Kenal Ampun

Sebastien Bourdais

Didatangkan sebagai rekan setim Vettel di Toro Rosso, Bourdais kesulitan menyamai kecepatan rekan setimnya yang lebih muda. Faktor nasib buruk juga berperan, seperti kegagalan mesin saat berada di posisi keempat dan penalti kontroversial di Jepang. Setelah Vettel promosi ke Red Bull, Bourdais berpasangan dengan Sebastien Buemi pada 2009. Namun, ia kembali gagal memenuhi ekspektasi dan didepak di pertengahan musim.

Sebastien Buemi

Buemi tampil impresif di awal kariernya, mengungguli Bourdais dan menjadi rookie terbaik di musim debutnya (2009). Ia kembali menjadi pembalap Toro Rosso dengan poin tertinggi di 2010. Namun, meski lebih baik dari Bourdais dan Jaime Alguersuari, Buemi didepak pada 2012 untuk memberi tempat bagi Daniel Ricciardo dan Jean-Eric Vergne. Meski begitu, Buemi tetap menjadi bagian dari keluarga Red Bull sebagai pembalap cadangan, dan sukses menjadi juara Formula E dan World Endurance Championship.

Jaime Alguersuari

Alguersuari menjadi pembalap termuda dalam sejarah F1 saat debut di GP Hungaria 2009 (19 tahun 125 hari). Mengumpulkan 31 poin dalam 46 balapan, ia dan Buemi didepak secara mendadak untuk memberi jalan bagi Ricciardo dan Vergne. Alguersuari sempat berkompetisi di Formula E sebelum pensiun dari balap pada 2015 untuk menjadi DJ dengan nama panggung ‘Squire’.

Jean-Eric Vergne

Vergne bergabung dengan Toro Rosso pada 2012 bersama Ricciardo. Dianggap kurang beruntung karena tak pernah promosi ke Red Bull, Vergne unggul atas Ricciardo di musim pertama. Namun, Ricciardo bangkit di musim kedua dan mendapatkan kursi Red Bull pada 2014. Vergne tetap di Toro Rosso bersama Daniil Kvyat, namun kembali bernasib sial. Red Bull mengumumkan Max Verstappen akan menggantikannya, menjadikannya pembalap yang dua kali diabaikan Red Bull.

Daniil Kvyat: Korban Paling Tragis?

Daniil Kvyat mungkin adalah korban paling tragis dari kebijakan Red Bull. Setelah musim debut yang impresif di Toro Rosso, Kvyat dipromosikan ke Red Bull dan mengungguli Ricciardo di 2015. Namun, 2016 menjadi mimpi buruk. Insiden ‘torpedo’ dengan Vettel di China, disusul tabrakan ganda dengan Vettel di Rusia, membuatnya didepak dan digantikan Verstappen. Kvyat terpuruk di Toro Rosso, dan dua kali kehilangan kursi dalam hitungan minggu, pertama oleh Pierre Gasly, lalu Brendon Hartley. Ironisnya, Kvyat kembali ke Toro Rosso pada 2019, sebelum akhirnya digantikan Yuki Tsunoda pada 2021.

Harapan Singkat, Lalu Terdepak

Brendon Hartley

Hartley harus menunggu sembilan tahun untuk mendapatkan kesempatan dari Red Bull, menggantikan Kvyat di akhir 2017. Namun, setelah satu musim penuh yang sulit bersama Gasly, Hartley didepak karena dianggap tidak cukup meyakinkan untuk promosi ke Red Bull.

Pierre Gasly

Gasly hanya bertahan 12 balapan di Red Bull pada 2019 sebelum dikembalikan ke Toro Rosso, digantikan Alex Albon. Kesulitan menyamai Verstappen menjadi alasan utama. Meski menemukan kembali performa terbaiknya di Toro Rosso/AlphaTauri, bahkan meraih kemenangan di GP Italia 2020, Gasly tetap tak mendapat kesempatan kedua di Red Bull.

Alex Albon

Nasib Albon mirip dengan Gasly. Gagal menyamai Verstappen, Albon didepak setelah 18 bulan, meski meraih dua podium. Red Bull memilih Sergio Perez sebagai pengganti, dan Albon menjadi pembalap cadangan. Albon kini menemukan kembali performanya di Williams.

Sergio Perez: Akhir dari Era ‘Wingman’

Sergio Pérez, secara statistik, lebih baik dari pendahulunya, bertahan empat musim sebagai rekan setim Verstappen. Kedatangannya membantu Red Bull kembali bersaing memperebutkan gelar. Meskipun tidak cukup kuat untuk memenangkan gelar konstruktor 2021 (kalah dari Mercedes), ia memainkan peran penting dalam membantu Verstappen meraih gelar juara dunia. 2022 adalah tahun terbaiknya, dengan kemenangan gemilang seperti di Singapura. Ia nyaris merebut P2 klasemen pembalap, dan memberi Red Bull gelar konstruktor pertama sejak 2013. Namun, performanya menurun drastis di 2023. Sempat bangkit di akhir musim, ia mengamankan posisi runner-up dan memberi Red Bull finis 1-2 pertama di klasemen pembalap. 2024 menjadi akhir dari karier Perez di Red Bull. Penurunan performa yang tak kunjung membaik, membuatnya finis 280 poin di belakang Verstappen, memaksa Red Bull mendepaknya, menyisakan satu tahun kontraknya.

Red Bull: Antara Kesuksesan dan Kejam

Kebijakan Red Bull yang ‘kejam’ memang kontroversial. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa pendekatan ini telah menghasilkan kesuksesan besar, dengan lahirnya juara dunia seperti Sebastian Vettel dan Max Verstappen. Pertanyaannya, apakah pendekatan ini sepadan dengan ‘harga’ yang harus dibayar para pembalap? Hanya waktu yang bisa menjawab.

Post Comment

You May Have Missed